Terduduk karena kalap, nafas engap, semua karena gemerlap, isi kepala penuh suara derap, ingin bersedekap, tangis yang harusnya meluap kini harus di sekap. Lalu hari-hari setelahnya harus meratap dalam redup yang senyap, berharap dengan terlelap semuanya bisa lenyap
Selasa, 10 Agustus 2021
B*jingan
Aroma selepas hujan
Mengingatkanku pada seorang bajingan
Yang pernah ku jadikan angan
Figur wajahnya yang berantakan
Itulah yang saat ini kurindukan
Pelarian
Kontradiksi antara logika dan perasaan seringkali jadi persoalan ujung-ujungnya jadi beban dan tekanan padahal keduanya tidak mengandung keterpaksaan, akhirnya liburan dijadikan pelarian
Dari Mata Turun ke Hati
Mata dan hati sebenarnya tak ada relasi namun sering kali berkoalisi membentuk ilusi basi yang tak punya rasionalisasi
Hantu Senja
Sinar redup mentari senja itu
la berlalu bagai hantu
Aku menunggu dibalik pintu
Mungkin dia akan menatap rumahku
Denting waktu
la berlalu tanpa sepatu
Aku membatu dimakan waktu
Mungkin dia yang disebut ibuku calon menantu
Denting waktu
la lenyap bagai hantu
Aku kembali terpaku pada waktu
Mungkin dia dan aku akan ditakdirkan menjadi satu
Di kremasi
Kau berdasi tapi egomu sekeras besi
Yang kita pikir sama-sama perut terisi
Namun kau penuh dengan arogansi
Dulu kau bilang akan berdedikasi
Dulu kau bilang akan antikorupsi
Dulu kau bilang akan berkontribusi
Rakyat mu berkompetisi untuk sesuap nasi
Jelata menjadi kaya hanya ilusi
Jelata tak bernasi akhirnya di kremasi
Sedang kau sibuk berekreasi
Ngopi -,
Ngopi itu sambil diskusi dan berkreasi bukan cerita basi dan mendiskriminasi habis ngopi bukannya dapat edukasi malah nuranimu yang erupsi. Mangkanya ngopi jangan sama satu fraksi aja, giliran pandangannya di dekonstruksi bukannya observasi malah kena hipertensi dan menjustifikasi, Yang kau butuhkan sekarang bukan sekedar alat pengukur tensi tapi sebuah revolusi.
Kerlip
Terduduk karena kalap, nafas engap, semua karena gemerlap, isi kepala penuh suara derap, ingin bersedekap, tangis yang harusnya meluap kin...